
Dengan berkembangnya Industri fashion saat ini, maka industri fashion telah menjadi salah satu industri yang paling banyak menghasilkan polusi di dunia, setidaknya menyumbang 20 persen dari limbah air di dunia. Saat ini banyak orang mulai sadar harus mulai memeriksa lemari pakaian masing-masing dan mulai memilah pakaian-pakaian yang dimiliki, tidak untuk dibuang, tetapi untuk kembali menghidupkan busana yang lama tidak terpakai.
Dari sinilah munculnya ide untuk mendaur ulang baju. Salah satunya menggunakan metode Tie Dye, tie dye sendiri merupakan teknik pewarnaan yang mengikat atau memutar bagian pakaian untuk menghindari warna masuk ke bagian-bagian tertentu sehingga hasilnya akan membentuk sebuah pola tertentu yang menarik.
Teknik tie dye pertama kali muncul di Afrika sekitar 600 tahun silam. Kemudian, saat para imigran Afrika melakukan imigrasi sekitar tahun 1700 hingga 1800-an ikut membawa keterampilan tersebut ke Amerika. Perkembangan tie dye di Amerika berlangsung pesat, terutama sejak kemunculan budaya hippie pada tahun 1960-an. Bahkan, tren tersebut juga merambah ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, tie dye lebih dikenal dengan istilah jumputan.. Tren kain tie dye di Indonesia kembali populer pada tahun 2020 saat banyak orang merasa bosan beraktivitas #DiRumahAja akibat pandemi Covid-19. Salah satu kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan selama berada di rumah adalah daur ulang pakaian dengan teknik tie dye. Beberapa bahkan mengkombinasikan teknik jumputan dengan batik.